

Editor by: Redaksi
JEJAK FAKTUAL.COM – Keputusan Bupati Kaur Gusril Pausi yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 100-33.2-288 Tahun 2025, tertanggal 18 Maret, telah mengguncang stabilitas birokrasi di Kabupaten Kaur. Keputusan ini tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga menuai polemik di kalangan DPRD Kaur, Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kantor Regional VII Palembang, serta berbagai tokoh masyarakat. Sorotan tajam pun mengarah pada dugaan ketidakjelasan dasar hukum yang digunakan dalam pemberhentian sementara 17 pejabat di lingkungan pemerintahan daerah.
Ketua Komisi I DPRD Kaur, Firjan Eka Budi, A.P., S.E., secara tegas mempertanyakan urgensi keputusan tersebut. “Kami ingin tahu, seberapa mendesak pemberhentian sementara 17 pejabat ini? Apa dasar hukumnya? Secara prosedural, apakah sudah sesuai dengan aturan yang berlaku atau justru ada unsur pemaksaan yang berpotensi mengarah pada maladministrasi?” ujarnya.
Firjan menekankan bahwa kebijakan ini berisiko menciptakan kegaduhan di kalangan ASN serta menimbulkan dugaan penyalahgunaan wewenang. “Kami meminta agar mutasi atau penyegaran birokrasi dilakukan sesuai prosedur dan tidak melanggar hukum. Jika ada indikasi maladministrasi atau bahkan pelanggaran pidana, ini bisa menjadi masalah serius bagi pemerintah daerah,” tambahnya.
Salah satu pejabat yang diberhentikan sementara, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan adanya tekanan dari pemerintah daerah. Menurutnya, pada 24 Maret 2025, ia dan beberapa pejabat lainnya dipanggil ke kantor Pemda Kaur untuk menandatangani surat pernyataan pengunduran diri.
“Kami dipaksa menandatangani surat pengunduran diri. Jika menolak, kami diancam akan diperiksa terkait Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Bahkan, bagi pejabat yang sudah berusia lanjut seperti Sinarudin dan Opalara, jika tidak mengundurkan diri, mereka akan diwajibkan membayar ganti rugi,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Ia juga menambahkan bahwa ada pejabat yang akhirnya menyerah dan menandatangani surat tersebut, tetapi ada pula yang tetap bersikeras menolak. “Ini langkah yang sangat disayangkan dan bisa berakibat buruk bagi citra pemerintahan daerah di mata pemerintah pusat,” tandasnya.
Melihat kondisi ini, para pejabat yang diberhentikan sementara mendesak Menteri Dalam Negeri dan BKN untuk turun tangan dan menyelidiki keputusan tersebut. “Kami meminta pemerintah pusat untuk mengusut kasus ini secara hukum. Jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang yang merugikan ASN dan merusak sistem pemerintahan di Kabupaten Kaur,” tegas salah satu pejabat yang terdampak.
Di tengah polemik yang semakin memanas, Bupati Kaur disebut telah menerima surat dari BKN Regional VII Palembang pada 20 Maret 2025. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Plt. Kabid Mutasi, Yosi, belum dapat dikonfirmasi. Upaya menghubunginya melalui telepon, WhatsApp, dan kunjungan langsung ke kantor pun tidak membuahkan hasil.
